Gue sedang berada di balik layar laptop. Jam menunjukkan
pukul 8:55 pagi. Mata sudah menghitam tanda mengantuk dan kurang tidur. Apa
yang ada di otak gue cuma “kapan ini semua kelar?” “gue pengen pulang”
Memang, gue tidak terbiasa untuk duduk diam dan bekerja 8
jam di belakang layar komputer. Jangankan bekerja 8 jam, gue main game 30 menit
aja ngantuk dan bosen. Ya, gue memang tipikal orang yang bosenan dan moody.
Harus diakui, gue memang lagi pengen banget “motoran”. Tapi
bukan “motoran” yang hanya jalan-jalan keliling kota semata, kalo itu gue juga
jenuh. Gue pengen explore tempat baru dan view baru, cari tempat yang kira-kira
keren buat foto-foto.
Just FYI, gue bukan fotografer profesional. Pengen jadi
fotografer profesional, tapi tidak direstui.
Talking about freedom, apakah bermotor ria ini adalah
“freedom”? Jawabannya relatif. Tergantung dengan latar belakang masalah (yang
ini kayak skripsi ya jatohnya). Mari saya jelaskan.
Freedom atau kebebasan, datangnya dari captivity atau
pengurungan (penangkapan, penahanan, whatever it is). Maksudnya, untuk bisa
bebas, kita harus menghadapi yang namanya penahanan atau pengurungan. Tanpa ada
hal tersebut, tak ada yang namanya kebebasan.
Bersambung ke hal bermotor. Kalau hidup kalian menggunakan
motor sebagai alat commuting atau kehidupan sehari-hari, berarti jika kalian
bilang bermotor di minggu pagi yang sepi dan segar itu adalah kebebasan, kalian
salah. Kalau kasusnya seperti itu, kebebasannya adalah dari kemacetan.
Oke, gue akan kasih contoh. Beberapa hari lalu, gue ikut
Sunday Morning Ride bersama temen-temen gue. Kita keliling Jakarta dan berakhir
di IMOS 2016. Ketika pulang, gue rasanya begitu malas naik motor dan pengennya
motor tuh di-towing aja sampe rumah dan gue ikut pulang di mobilnya sambil
tidur. Memang ketika pulang, jam sudah menunjukkan pukul 1 siang which is lagi
panas-panasnya dan ngantuk-ngantuknya.
Akan tetapi, towing butuh biaya dan gue sedang tidak siap.
Jadi, mau tak mau, gue harus mengendarai motor sepanjang 60 km dari Senayan
menuju rumah. Intinya, saat itu gue “terpenjara” oleh motor karena harus
panas-panasan dan pegel-pegelan dengan motor menuju rumah.
Ketika sampai rumah, turun dari motor itu berasa lega dan
bebas. Nah, dalam kasus ini, meninggalkan motor adalah “kebebasan” gue. Padahal
gue adalah anak motor banget. So, bike life doesn’t mean riding is freedom.
So, freedom datangnya setelah captivity. Sebelum kalian
berkata riding is freedom, coba lihat lagi, apakah kalian bebas karena naik
motor apa hal lain?
Dan sekarang gue sedang berpikir bagaimana caranya gue
terbebas dari kehidupan di atas meja dan di belakang layar laptop ini.
bagaimna ya caranya ??
BalasHapussaya tunggu kisah selanjutnya ... :)
---
Supplier Tas Batam
Setelah observasi, caranya mudah. Jadi pengusaha. Realisasinya? Pasti sesusah melamar Raisa. :D
Hapus