Kamis, Desember 09, 2010

Things about history


Laptop gua berbunyi “ding” pertanda download sudah selesai.
Lagu yang telah gua download gua putar.

Belajar dari yang kau lewati
Belajar dari yang terlewati
Belajar melihat dengan hati

Lagu yang gua putar adalah lagu dari Deddy Mizwar – Melihat Dengan Hati
Lagu itu gua putar berulang – ulang sampai 10x.
Lagu yang sama yang dapat memotivasi gua.

Lirik yang gua ketik di atas bukanlah hanya sebuah puisi yang hanya patut dilihat dan dibaca. Tetapi jika diresapi, lirik itu akan menjadi sebuah motivator kecil.

Lirik itu mengajak kita untuk berhenti memikirkan kehidupan sekarang dan masa depan lalu kembali melihat ke belakang dan belajar dari apa yang telah kita lakukan dan menerapkannya bahkan memperbaikinya untuk masa yang akan datang.
Kalo kata beberapa fisuf: Experience is the best teacher.

Berhubungan dengan tema ini, gua baru saja melihat ke belakang. Kesalahan yang gua perbuat, gua terlalu lama melihat ke belakang.

Beberapa hari lalu, temen gua dari Prancis baru aja pulang ke Indonesia. Ketika itu, gua diajak dia pergi ke Botani Square. Sebelum pergi, gua janjian di rumah dia. Satu kata yang keluar dari mulut dia yang gua inget: “Seiring waktu, banyak banget yak yang udah berubah.”
Di Botani Square, gua diajak makan di Solaria. Dia mesen satu nasi goreng, sementara gua cuma pesen mie ayam.
Kita berdua ngobrol banyak tentang kehidupan kita masing – masing. Dia bercerita tentang susahnya belajar bahasa Prancis. Dia bilang kalo dia belajar bahasa Inggris butuh 3 tahun lamanya.
Satu hal yang gua bayangkan: “kalo dia di Prancis aja baru bisa 3 taun gimana gua di Indonesia? Bisa 5 tahun.”

Dia sempat bertanya, “Bal, gimana kehidupan lu sekarang? Lebih baek ga?”
Gua menjawab dengan tegas, “Jauh dari apa yang lu perkirakan…”

FYI, nama perempuan yang ngobrol sama gua itu gua samarkan menjadi Ita. Dia asli keturunan Indonesia. Dia lahir di Jakarta, 9 Juni 1995. Sehari setelah gua lahir. Meskipun dia seumuran sama gua, dia adalah kakak kelas gua.

Back to story.
Dia bertanya, kali ini masang tampang kebingungan. “Maksudnya?”
“Maksud gua, kehidupan gua sekarang jauh lebih buruk dari apa yang lu perkirakan.”
“Kok bisa gitu?”
Lalu gua bercerita banyak tentang kehidupan gua.

Gua bercerita tentang kehidupan di sekolah yang kayak Monyet di antara Manusia. Di sekolah gua rata – rata anaknya itu pinter, rajin, dan berbakat. Lah gua? Gua sama sekali engga punya bakat dalam hal akademik maupun luar akademik.
Abis gua cerita itu, dia merespon.
“Iqbal, seharusnya lu ga berpikiran seperti itu. Tuhan itu adil kok. Dia juga pasti ngasih lu bakat yang orang lain ga punya.”
Abis itu, gua menyadari. Satu – satunya bakat yang gua punya yaitu Heavy Sleeper. Mungkin kalo ada lomba Tidur-Paling-Pules-Dan-Nyenyak gua pasti pemenangnya.
“Lu harus sabar, coba deh lu kembangkan kemampuan yang bener – bener lu miliki.” Dia meneruskan.
Gua berpikir sejenak. Sampe sekarang gua ga tau dimana bakat gua sendiri. Jadi, untuk memperdalam bakat, gua menghadapi beberapa masalah.

Ketika kita keluar dari Solaria, dia bertanya.
“Oya bal, gimana perjalanan cinta lu?”

Ngedenger pertanyaan kayak gitu, gua rasanya pengen gigit dia. Tapi niat itu gua urungkan. Soalnya nanti yang nganterin gua balik siapa?

Berbicara soal… Ehem. “Cinta”, gua ngerasa gua bukanlah orang yang beruntung dalam hal itu. Gua merasa gua adalah pecundang yang lebih pantas dilempar dari menara petronas lalu akhirnya gua sampai di tanah dalam keadaan seluruh anggota badan gua berserakan dan berpencar kesana kemari. Gua mati mengenaskan. How unlucky.

“Gua bingung harus gimana. Gua udah nyerah.”
“Lu ga boleh nyerah, Iqbal. Lu harus punya fighting spirit. Kemana Iqbal yang dulu yang giat banget mencari pasangan hidup? Salah satu hal yang gua suka dari lu ketika lu begitu on fire dalam mencari pasangan hidup. Lu dulu tuh kayak Donal Bebek yang mengejar cintanya Desi. Meskipun dia sial, tapi dia ga nyerah. Gua merindukan sifat lu yang seperti itu.”
“Seperti yang gua bilang, Ta… Kehidupan gua berubah total.”

Gua pernah suka sama seorang perempuan jelita (Bukan jelata) ketika gua berada di kelas 7. Bahkan sampai sekarang. Dia itu merupakan anak yang rajin, pinter, berbakat, cantik, baik, alim pula. Terkadang Tuhan menciptakan manusia dengan kelebihan yang begitu banyak sehingga gua merasa terkadang Tuhan memang tidak adil. Sampai sekarang, impian gua tersebut terlihat sia – sia. Sepertinya, gua menggantungkan impian gua terlalu tinggi sehingga memakai tangga pun gua tidak sampai. Akhirnya gua cuma bisa terdiam dan bermimpi.

“Jujur deh, ta. Gua ngerasa sekarang kehidupan gua itu jauh dari baik. Malah bagi gua menurun. Semasa SMP, gua ga perlu khawatir tentang kehidupan gua. Nyokap masih tenang, bokap masih tenang, hidup gua masih bisa dibilang bebas. Dulu nyokap gua ga khawatir gua pulang nyampe jam 8. Justru dulu gua yang khawatir. Sekarang nyokap gua makin parno, bokap gua lebih sering marah. Ya tentu gua juga keganggu dong…”

“Ortu lu mau lu jadi yang terbaik.” Sahut dia.
“Tapi terkadang cara mereka salah.” Bales gua.

Ketika kita sudah selesai, kita berdua pulang. Karena gua masih make seragam sekolah waktu itu, gua ga bisa nyetir karena status gua pasti dipertanyakan ketika melewati gerbang tol. Jadi, kali ini Ita lah yang nyetir. Ketika sudah sampai gerbang tol Citeureup, gua turun. Sebelum gua pamit, dia ngasih pesan ke gua.
“Jangan lupa buat liat terus ke depan ya, Bal. Thanks buat hari ini. Goodbye.”
Gua tersenyum sendiri di antara tukang – tukang ojek yang menunggu penumpang di postnya.

Ketika di perjalanan menuju rumah, gua berpikir kembali.
Gua emang terlalu banyak melihat ke belakang dan melupakan hal – hal di depan. Dan satu hal lagi, gua berpikir tentang kata “Goodbye”

Funny things about “Goodbye”: You will never know when you will get it again.

Jumat, Oktober 08, 2010

A story about one girl


Lampu kuning yang bersinar terang membuka pikiran dan menembus seluruh kenangan – kenangan hidup yang telah dialami. Gua duduk diam bersama seorang perempuan. Seorang perempuan yang penuh dengan prinsip, filosofi, dan teori. Jemari yang lihai menggenggam erat sebuah sendok dan garpu, dan sebuah mata yang tajam dan penuh makna menatap mata gua.
Konsentrasi gua terhadap makanan yang gua makan buyar. Tatapan mata tajam dan penuh makna itu memutushubungkan antara pikiran dan gerakan. Gua diam.

“Gua kemaren baru nemu pendamping hidup dong…”
Kata yang terlontar tersebut membuat gua sedikit terhentak.
“Lu udah punya pacar baru?”
“Ngga, maksud gua, gua udah nemu orang yang bener – bener baek plus respect sama gua. Jarang banget ada orang kayak gitu kan.”

Gua diem sejenak. Sebuah filosofi baru saja keluar secara tak sengaja. Yang dikatakan dia emang bener. Bermilyar – milyar manusia hidup di dunia. Tapi hanya beberapa yang betul – betul respect sama orang lainnya. Perempuan yang sedang duduk terdiam di depan gua itu betul – betul beruntung.

Dina, adalah nama perempuan jelita yang sangat beruntung itu. Seorang mahasiswi di sebuah Universitas di Jogja. Sebelum dia mengangkat kakinya pindah ke Jogja, dia kuliah di Jakarta. Saat kisah ini berlangsung, dia masih menuntut ilmu di Jakarta.

“Beruntung lu Din.”
“Gua juga ga nyangka, bal.”

Kata demi kata yang dia lontarkan membuat pikiran gua semakin buyar. Makanan yang tepat berada di depan gua sepertinya merasa tersia – siakan karena tidak gua makan. Pikiran gua melayang ke orang yang dia maksud.

Dina adalah orang yang beruntung. Begitu juga orang yang respect sama dia. Dina adalah perempuan yang cantik jelita, kulitnya putih merona, rambut lurusnya tergerai indah, hatinya selembut kapas, tatapan mata dan kata – katanya penuh makna, terlebih pikirannya penuh dengan ambisi akan kesuksesan.

4 bulan berlalu, hubungan Dina dengan orang yang menghargainya semakin erat. Mereka telah banyak berbagi isi hati dan pikiran. Dia bahkan sempat memeluk erat lelaki beruntung tersebut.
Sang perempuan jelita itu sempat menawarkan gua untuk nonton film di bioskop bersama. Entah kenapa gua yang dipilihnya, seorang lelaki tak beruntung yang belum bisa mencapai kesuksesan secara pasti.
Setelah sampai di tempat hebat yang telah dijanjikan, gua melihat lelaki beruntung tersebut. Dia tampan, tinggi, besar, dan berkulit putih. Ketika itu, dia membawa seorang gadis jelita yang dia bilang “teman”.
Ketika film dimulai, seisi ruangan gelap. Cahaya hanya datang dari arah proyektor yang sedang menyala dan memutar sebuah film. Gua duduk di samping Dina sementara lelaki beruntung pujaan Dina tersebut duduk di samping Dina.
Pikiran Dina melayang tak terarah tertiup angin yang berhembus kencang. Sang dewi cinta seakan – akan datang dan menembak panahnya.
Malang nasibnya, lelaki tampan itu terbingung karena diapit oleh dua orang gadis yang menyukainya. Dia harus rela melepaskan salah satu dari gadis itu. Lebih malang lagi, gadis yang direlakan adalah Dina.
Selama roll film berputar, Dina merasa ditinggalkan oleh lelaki yang hanya 2 senti jaraknya. Dina merasa dicemoohkan. Raut muka wajahnya yang semula manis berubah kusam karena kecewa.

Setelah film itu usai, kita semua berpulang ke rumah tercinta yang berpijak di bumi kita ini. Dina menanti saat lelaki itu mengantarnya pulang dengan mobil bagus nan mengkilapnya itu.
Sekali lagi sang perempuan cantik jelita yang beruntung itu mengalami sebuah kesialan yang amat dalam. Lelaki itu lebih memilih perempuan yang dia sebut “teman” itu.

Hati yang selembut kapas itu teriris. Raut mukanya benar – benar berubah. Dia tidak bisa memperkirakan hal ini sebelumnya.
Akhirnya, dia berjalan pulang dengan gua. Mata yang sebelumnya selalu menatap tajam ke arah gua, sekarang seperti anak yang mengemis. Dia terlihat sangat sedih. Pertama kali dalam hidupnya disia – siakan oleh orang yang benar – benar respect kepadanya.
Satu hal yang gua kagumi dari Dina, dia ga pernah punya dendam sama orang lain. Dia simpen itu di dalem hatinya sampai membusuk di akhir hayatnya nanti. Sungguh, gadis cantik itu berhati lembut. Lebih lembut dari kapas dan seputih salju.

Berbulan – bulan kehidupan telah terlewati. Hubungan Dina dengan pemuda tampan itu semakin memburuk. Dina cerita semuanya ke gua. Di suatu hari, gua diajak makan dengan perempuan itu. Tempat dimana dia cerita tentang pemuda itu pertama kalinya. Tempat dimana ada cahaya lampu kuning yang menembus ingatan.

“Baru sekali seumur hidup kejadian ini. Gua jadi pengen ngais tanah.”
“Lu ga boleh nangis cuma karena masalah laki – laki. Laki – laki ga Cuma satu toh…”
“Iya bal. By the way, Gua salut sama lu. Lu tuh pinter, gaya oke, bahasa lu keren, lu tuh bisa bikin orang baekan. Tapi lu belum nemuin pendamping hidup lu.”
Itu pertama kalinya gua dipuji sama dia.
Setelah dia berkata begitu, gua sedikit tersentak dan otak gua yang kurang akan ilmu berpikir.
“Kenapa dia berpikiran seperti itu?”
Jawaban dari pertanyaan itu sampai sekarang masih sebuah misteri.

Pada hakikatnya, segala sesuatu mendapat pandangan berbeda dari setiap orang. Mungkin Dina bilang bahwa gua pinter, bergaya oke, berbahasa keren. Tapi mungkin menurut orang lain, gua tidak seperti itu.
Segala sesuatu juga mempunyai kekurangan. Terkecuali Tuhan yang Maha Esa. Gua juga pasti mempunyai kekurangan. Raut muka gua yang biasa dimiripkan dengan simpanse yang bergelantungan di Ragunan membuat sebagian manusia menghindar tiap kali bertemu dengan gua.

“Tampang gua yang ngebuat semua jadi kayak gini. Tampang gua kan tampang orang suram.”
“Harusnya lu ga berpikiran kayak gitu. Tampang itu bisa diubah dalam sekejap. Tapi sifat, kepribadian, dan akal pikiran itu susah.”
Sekali lagi, gua kalah…

Beberapa minggu kemudian, gua diajak pergi oleh sang gadis jelita tersebut. Tanpa gua sadari, dia bakal meninggalkan seluruh kehidupannya di Jakarta. Dia akan angkat kaki ke Jogja karena orang tua.
Dia sempet ngomong beberapa patah kata ke gua.
“Bal, jaga diri baek – baek yak. Lu udah mau SMA.”
“Iya, Dina…”

Kata – kata tersebut adalah kata – kata terakhir gua kepada gadis jelita tersebut. Dan kata – kata dia itu adalah kata – kata terakhirnya kepada gua.

Good Bye, Dina. Live Peacefully.

Senin, September 20, 2010

Filosofi dan Sastra from Dina

“Bal, gua kemaren baru baca buku bagus deh. Bahasanya tinggi trus nyentuh gitu. Gua jadi ketagihan baca buku itu.”
Buku yang dia baca itu buku Maryamah Karpov.
Dia udah baca buku itu 3x.
Buku yang sempat gua pinjem. Dan gua baca ga lebih dari 4 halaman.
Orang yang membaca buku itu namanya Dina. Orang yang sama yang sempat menyuruh gua menulis dengan bahasa yang dalem dan tinggi kayak buku itu.

For Your Info, Dina itu orang yang gemar membaca buku. Kalo lu ke rumahnya, siap – siap kaget ngeliat banyak banget novel – novel berbahasa tinggi dan dalem. Dan semua buku itu TEBAL.
Okay, gua bakal cerita tentang Dina dan filosofinya.
Dina itu cewe yang sekarang sedang sibuk kuliah dan mengerjakan Skripsinya. Terakhir kali gua ketemu, dia Kuliah di Jakarta jurusan sastra. Sekarang, dia pindah ke Jogja dan nerusin kuliahnya di sana dengan mata kuliah yang sama. Dia benci yang namanya jejaring sosial yang menyebabkan dia tidak punya facebook, Twitter, dsb.
Dina itu termasuk orang yang kaya dan baek pula. Dia itu putih, tinggi, ga gemuk, ga kurus, rambutnya hitam ke coklat – coklatan karena ibunya yang berasal dari Inggris.
Pintar berbahasa Inggris, Indonesia, dan Jepang. Penggemar aktor – aktor action seperti Tom Cruise, Sylvester Stallone, Dwayne Johnson, dll. Dia suka lagu – lagu klasik seperti Queen, AC/DC, dsb.

Satu hal yang gua kagum dari Dina. Dia orang yang penuh dengan prinsip dan menceritakannya dengan bahasa – bahasa tinggi yang gua susah mengerti. Dia ngerti tentang kehidupan zaman sekarang dan permasalahannya.

“Jangan takut akan kematian. Tapi takut dengan apa yang akan terjadi setelah kematian.”
Sebuah penggalan kata yang pernah dia kasitau ke gua. Sebuah kata yang nyampe sekarang nempel di otak gua. Sebuah kata yang pernah gua sebarkan melalui salah satu jejaring sosial. Bahkan ke pacar gua ketika gua pacaran.

Jalur kehidupan telah terbentang.
Layaknya buku tertulis tinta.
Sebuah kisah telah kita lalui.
Dan hanya kenangan yang tertinggal.

Penggalan puisi itu berasal dari Dina. Dia pas itu nulis di buku gua dan sekarang bukunya ilang entah kemana. Kayaknya udah ditelen sama adek gua. Itu puisi dia bikin pas dia ada tugas di sekolahnya. Entah kenapa dia tulis lagi di buku gua.

Dia pernah ngomong ke gua,”Bal, gua pengen tau apa lu bener – bener bisa nulis. Coba lu bikin satu cerita aja make bahasa yang tinggi dan lumayan dalem.”
Satu hal yang gua pikirkan pas dia ngomong gitu. “Gua harus gimana? Nulis kayak gitu tuh ga gampang… Kosakata harus bagus sementara di otak gua Cuma ada sedikit Kosakata…”
Dan gua berjanji bakal bikin cerita itu.
Akhirnya setelah 4 bulan dia ngomong gitu, baru gua laksanakan tugas itu.
Gua butuh pemikiran yang matang dan persiapan yang bagus. Gua juga ga mau janji gua ga gua tepatin.
Dan sayangnya gua ga bisa kasih cerita itu secara tertulis. Satu – satunya media, yaitu internet.
Cerita itu bakal gua posting pada postingan selanjutnya. Masih butuh perbaikan dan penyempurnaan.

Gua inget kata – kata terkahir dia ke gua sebelum pindah ke Jogja.
“Bal, jaga diri baek – baek yak. Lu udah mau SMA.”
Kata yang tepat. Gua emang lagi mau masuk SMA pas dia ngomong gitu.

Dan gua ga bisa jalanin amanat terkahirnya itu. Justru hidup gua berantakan.
Masalah dengan temen, nilai, sekolah. Gua juga makin susah nyari inspirasi buat nulis. Gua udah ilang 2 handphone. Laptop rusak. Dll…

Dimanapun lu berada, gua minta maaf sama lu, Din.
Bukan maksud gua ga dengerin semua yang lu omongin.

See you soon…

Iqbal vs. Bencong

Waduh, gua lagi dapet nih..
Bedanya kalo cewe dapet di bagian bawah, gua dapet di idung. Dan bedanya lagi, kalo cewe keluar warna merah, gua warna bening. Kadang – kadang ijo.
Seseorang yang sangat idiot akan bertanya,”Beneran tuh bal? Kok bisa?”
Seseorang yang bodoh akan bertanya,”Ah, ga mungkin…”
Orang yang biasa saja akan berkata,”Garing lu…”
Orang yang pinter bakal ngomong,”Garing… Bilang aja pilek.”
Orang jenius akan bilang,”Itu pilek, goblok…”

Okay, long time no see…
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431. Mohon maaf Lahir mati dan batin fisik. Akhir dari Ramadhan bukan berarti akhir dari kebiasaan kita bersabar, berikhtiar, dan beriman. Justru kebiasaan di ramadhan harus diterapkan pada kehidupan biasa.

Okay, bagi para pembaca blog gua, sorry gua ga posting kemaren – kemaren. Kesibukan gua menghalangi tugas mulia untuk menyenangkan pembaca ini.
Jika kalian protes, silahkan protes ke pihak yang berwenang.

Akhir – akhir ini, gua lagi ketagihan maen game komputer. Namanya “Plant vs. Zombie”
Game ini game strategi tentang orang yang melindungi rumahnya dari zombi – zombi cacat yang menyerang rumahnya. Akhirnya gua berpikiran, gua harus punya tanaman ini. Tapi gua bakal bikin program berbeda. Alhasil jadinya “Plant vs. Bencong”. Jadi, tanaman itu melindungi kita dari bencong – bencong cacat yang kalo ngamen make dress pink kecil trus bawa kecrekan ato gitar dari kardus dan bersenar karet. Kalo beneran ada tanaman kayak gitu, gua beli deh.

Berhubungan dengan Bencong, selama ramadhan gua ketemu 3 becong. 2 berpapasan di jalan, 1 pas di mobil. Tapi darimanapun sudut pandangnya, tetep aja serem. Gua bakal cerita tentang kejadian gua dengan 2 bencong tersebut.

Hari itu hari sebelum kamis, sesudah senin (apa hayo?).
Gua lagi jalan sendiri di jalan padjajaran. Iseng pengen ke Botani Square. Tidak disangka – sangka kawan, di depan halte PMI tempat dimana gua janjian sama Zina, temen baru dari Jogja, gua liat 2 orang aneh.
Satu orang itu ciri – cirinya rambut pirang ponytail, bawa tas kecil, dress pink kecil yang cuma nutupin badan dari bahu ke paha, sambil bawa kecrekan. Orang yang satu lagi, rambut hitam panjang, bertato, bawa tas kecil juga, make pakaian cewe yang ketat warna ijo daun, dan sepatu hak tinggi.
Setelah gua amati lebih lanjut, gua memperkirakan itu bencong. Pas dia nyebrang dan sampai di tengah trotoar di tengah jalan, gua menyatakan sebuah fakta. Itu BENCONG.
Gua yang tadi berdiri tenang di depan Zina langsung ngajak Zina kabur.
“Ngapa lu, bal?”, Zina nanya.
“Anjing, ada bencong. Serem gua.”, gua bales.
“Emang kenapa bencong, bal?”
“Serem, gila.”
“Najis lu. Berlebihan.”, Zina protes.
“Lu bakal ngerti nanti.”

Ga lama abis keluar dari mall, gua ke arah tugu dan nunggu angkot buat Zina yang gatau jalan. Baru diem sejenak nunggu  angkot, Gua ngeliat orang di bagian belakangnya. Orang itu berambut panjang, kurus, jeans ketat, tas kecil, sweater pink, kepalanya lebih gede daripada badannya. Gua udah keringet dingin. Takut bencong lagi, gua lapor ke Zina.
“Apa sih bal?”, Zina protes gara - gara gua ga sengaja mukul bahunya kenceng banget.
“Zin, bencong bukan itu?”, Gua sambil nunjuk orang itu.
“Bencong mulu lu.”
“Gua punya phobia  di bencong.”
“Ya Allah. Udah lu slow aja…”
“Tapi bener ga tuh bencong?”
“Kayaknya sih bukan bal…”
Ga lama kemudian, orang itu balik badan. Gua rada merinding. Zina masih geregetan pengen nampol gua yang keliatan kayak teroris ayan. Orang itu berbalik dan akhirnya. DIA PEREMPUAN.
Zina ketawa ngakak. Gua lega. Zina ketawa kaga berenti – berenti. Gua jadi takut jiwa beruang epilepsinya keluar dan menelan gua idup – idup. Akhirnya Zina dapet angkot dan gua terlepas dari bencong – bencong gila.
Besoknya, gua ketemu Anto yang baru selese kuliah.
“Bal, kata si Zina, lu kemaren gelagapan ketemu bencong. Iya gitu?”, Anto nanya.
“Yah. Begitulah.”

Siangnya, gua ketemu Eko.
“Bal, gimana bencong – bencong lu? Hahahaha.”, Eko ketawa ga make rasa bersalah.
Gua mikir,“Siapa yang nge-broadcast berita bencong – bencong setan kemaren?”
Dan saat itu juga, gua berharap ada tanaman yang bisa bunuh bencong – bencong gila di sekitar gua.

Kamis, Juli 29, 2010

Story at SHS

Wuidih, tak terasa sodara – sodara. Saya telah beranjak ke SMA.
SMA tidak beruntung yang saya kunjungi adalah SMAN 3 Bogor…

To the Story…

Setelah melalui beberapa tes Masa Orientasi Siswa, gua telah menjadi anak SMA beneran. Make baju putih abu, batik SMAN 3 Bogor, dan tentu saja Muka Kriminal yang gua bawa sejak lahir.

Oke, here we goes.

Gua masuk ke kelas 10 – 8. Kelas tidak beruntung yang sering gua sebut PUDEL (sePUluh DELapan). Dan temen – temen gua bilang SEPADAN (SEPuluh delApan eDAN)
Gua bakalan ngenalin beberapa temen - temen seperjuangan dan senasib.

1.       Yunus
Ketua kelas kita ini merupakan anak yang berwibawa. Lucu, tegas, ganteng. Sering dimiripin patung selamat datang. Anak ini merupakan anak paling eksis di kelas gua. Banyak fans, terutama dari kalangan tukang sayur. Tidak suka disiram make oli minyak (siapa coba yang suka?).
2.       Indra
Seksi Logistik ini merupakan anak yang paling pinter. Cocok sebagai contekan. Anak baik ini ditawarkan masuk kelas akselerasi. Hebat. Anak unik. Cocok jadi maskot.
3.       Irma
Anak tidak beruntung ini berasal dari SMP 1 Bogor. Anak ini berambut ikal dan berkulit sedikit hitam. Diduga ada hubungan erat dengan patung Asmat. Merupakan anak yang fleksibel. Cocok dibawa kemana aja membutuhkan sebuah hiburan. Kerjaannya di kelas nyanyi dengan bakat luar biasanya. Ternyata kelas gua mempunyai sebuah iPod berjalan.
4.       Khairunnisa
Nah, anak yang satu ini merupakan salah satu anak yang ngeselin dan ditakuti. Bermuka sangar, bertubuh tegap dan gede. Cocok jadi security. Kerjaannya kalo engga ngeledek gua, ngehina muka (kriminal) gua. Tiap kali gua lewat, dia pasti protes. Merupakan salah satu anak pintar dan sangar. Berhati – hatilah terhadap makhluk berbahaya dan terkutuk ini, kawan. Salah – salah sedikit, digampar.
5.       M. Iqbal Hakeem
Nah, ini merupakan salah satu perusuh kelas. Secara biadab dipilih menjadi seksi kebersihan yang kerjaannya mengawasi orang piket dan menghapus papan tulis. Bertampang kriminal yang sebenernya lebih cocok dimirip – miripin kayak monyet nyasar…

Oke, itu merupakan beberapa anak hebat dalam kelas gua. Berhati – hatilah kalau masuk kelas gua, kawan.

Au revoir (artinya sampai jumpa kapan – kapan. Baru belajar pas pelajaran Bahasa Prancis)…

Selasa, Juni 29, 2010

Kegagalan

Kegagalan adalah salah satu dari ketakutan yang melanda dunia ini. Beberapa orang jika mengalami kegagalan akan merasa menyesal, bersedih, kesal, tidak terima, atau bahkan menangis.
Gw pernah liat di iklan L.A. Mild, ada seseorang yang gagal dalam melaksanakan UMPTN. Ketika dia membaca pengumuman di koran, beberapa temannya dateng trus nanya,”Gimana? Lulus?”
Reaksi orang itu cuma senyum lalu bilang,”Lulus kok”. Lalu dia membuat koran itu jadi pesawat pesawatan dan bilang,”Tapi tahun depan!!” Setelah itu, ada tulisan “Kegagalan merupakan kesuksesan yang tertunda”
Itu merupakan kata penyemangat yang bagus. Bisa gw pake pas temen ato bahkan gw sedang gagal.

Beda versi. Guru gw, mr. Sopyan Maolana Kosasih pernah ngasih kata – kata semangat tentang kegagalan. Dia bilang kalo kita harus berusaha terus. Kalo gagal, coba lagi.
Akhirnya dia mencontohkannya dengan masalah relationship laki – laki dan perempuan. Dia memberikan contoh yang bagus kalo mau mendapatkan pacar.

Jadi pertama sang cowok menembak cewek itu dengan caranya sendiri, mungkin dengan membawakan kata – kata manis yang menyentuh. Lalu dengan tegas sang cewek menolak.
Lalu mr. Sopyan bercerita lagi kalau kita harus mencoba lagi. Mungkin kalau dia jadi cowok itu, dia akan mencoba lagi dengan cara yang sedikit lebih manjur. Mungkin nanti dia membawa sekotak coklat, dan gagal lagi.
Diceritakan bahwa cowok itu pantang menyerah. Dia terus menerus mengejar cintanya yang mungkin tak berbalas. Tetapi Mr. Sopyan mengatakan bahwa kita tidak boleh berhenti. Di Cerita, cowok itu diceritakan orang yang paling tahu perasaan cewek itu karena dia sudah lama naksir. Dan lama kelamaan sang cewek itu luluh karena cowok itu begitu niat dan gigih untuk mendapatkan cintanya.
Gw berpikir lebih dalam. Ada 2 hal yang bisa gw ambil dari cerita ini.
Pertama, kita tidak boleh gampang menyerah atau putus asa. Harus Gigih.
Kedua, Ternyata begitulah caranya mendapatkan pacar yang baik.

Talking about kegagalan, gw mau cerita tentang kegagalan temen gw dalam hal “Cinta”. Sekitar Bulan puasa tahun 2009 lalu, temen gw yang bernama Nina ini sedang in love dengan seorang cowok. Dia pertama kali bertemu saat menemani temen kita di Airport. Ternyata, universitasnya tidak jauh dari universitas sang cowok. Pada suatu hari, sang cowok mengajak makan Nina. Tentu saja Nina mengappriciate tawaran tersebut. Sang cowok itu menjemput Nina sebagai salah satu tanda bahwa dia sungguh – sungguh mengajak dia makan. Nina tentu saja luluh. Dia belum pernah mengalami hal seperti ini. Cintanya dibalas dengan baik. Pada suatu ketika, Sang cowok sedang jalan berdua dengan temannya yang berkelamin betina. Kebetulan Nina yang sedang mengantri di sebuah Bioskop untuk nonton film (ngapain lagi coba? Mau masak?) melihat mereka berdua sedang makan di sebuah restoran fast food. Nina yang menyimpan harapan kepada sang cowok itu segera memata – matai sang cowok. Dan ketika Nina itu nonton, tanpa disadari Sang cowok duduk di kursi yang ada di depannya. Mereka berdua saling memegang tangan. Pikiran Nina yang sedang terpaku pada film itu pun beruba kepada sang cowok itu. Akhirnya, Nina mengeluarkan air mata. Sebuah hubungan yang berlangsung 3 bulan hancur lebur karena suatu hal asing. Tetapi setelah dihancurkan berkeping – keping, Nina masih menympan harapan.
Januari 2010 lalu, sang cowok kembali mengajak Nina makan. Sayang sekali, Nina sedang sibuk mengerjakan skripsi. Sang cowok yang mungkin sedang badmood tersebut pun kesal. Dia mendatangi universitas dimana Nina kuliah. Sebenarnya dalam hatinya, Nina mau ikut dalam acara makan tersebut. Tetapi karena urusan kuliah, dia terhambat. Akhirnya Nina bicara pada sang Cowok. Nina menceritakan bahwa dia menyimpan harapan pada dirinya. Cowok itu mengatakan,”Maaf, kamu telat. Aku sudah punya pacar.”
Nina terpukul sangat keras. Sakit tak terbayangkan menghampirinya. Sungguh orang yang malang.

Sebenernya, Nina sudah merencanakan untuk menembak sang cowok itu lama sebelum hal itu terjadi. Tetapi dia berpikir bahwa dia belum berani (dan takut salah tingkah) mengatakannya.
Ketika kakanya Nina (yang kebetulan baru gajian) mengajak gw dan temen – temen gw makan di sebuah restoran seafood, Nina juga ikut. Dia bercerita tentang sebuah kegagalan fatal yang dilakukannya karena belum berani untuk mengungkapkan perasaannya.
Sambil makan ikan Gurame, gw berkata,”Sabar yah…”
Dia bilang,”Gw udah cukup sabar bal. Coba aja kalo gw berani pas itu…”
Gw mengganti hidangan dengan Rajungan sambil berkata,”Sabar itu ga ada abisnya. Coba lagi aja nanti. Siapa tau dia luluh.”
“Thanks ya bal. Gw ngerasa baikan.”
“Yah, itulah idup. Ada pait ada… AAAAAAAWWWWW”
Yak, tanpa sengaja teriakan maut gw memecah suasana haru jadi pengen nabok gw. Gw tertusuk salah satu duri yang ada di capit sang Rajungan mati tersebut. Jari gw berdarah.
“Aduh bal. Bedarah lu. Cuci dulu deh…”
“Iya iya.”
Ternyata kesialan gw ga nyampe situ aja. Pas gw udah balik ke meja. Gw duduk nyender ke tembok dengan tangan. Oke, restoran itu bisa disebut “Lesehan”. Artinya, kita duduk seperti di lantai. Nah, ada temen gw yang bernama Aldi mau berdiri. Dan tanpa sengaja, kaki gw diinjek.
Sebuah teriakkan yang melebihi suara musik yang sedang dimainkan kembali memecah suasana damai jadi pengen bunuh gw. Bahkan ada orang cina yang sedang makan di tempat lain melihat dan mendengar teriakkan maut gw.

Pas gw balik, Nina ngomong ke gw,”Bal makasih ya… Lu udah ngasih pencerahan buat gw.”
Gw balas dengan kata,”Sama – sama.”

Ketika gw turun dari mobil yang dikendarai Aldi, Nina ini menatap gw dengan senyum nenek lampir cacingan. Dan beberapa saat kemudian, dia telpon gw.
“Bal…” Suara di seberang telpon. “Jaket lu ketinggalan”
Sekali lagi suasana damai berubah menjadi pengen buang gw ke sumur. Dramatis.

Dengan kembalinya gw ke rumah, dengan nyalanya shower, gw bisa meresapi apa makna dari kegagalan Nina.

Selasa, Juni 15, 2010

Waktu

Waktu dapat mengubah segalanya. Kayak sulap. Dan waktu mengubah segalanya dalam kecepatan yang tidak dapat diperkirakan.

Dulu gw masih jadi anak kelas 7 (1 SMP) yang cupu. Rambut gembel, muka simpanse, kerjaan naek bemo kalo pulang pergi sekola, dan sedikit temennya.
Sekarang, gw udah jadi anak baru lulus SMP yang engga keren. Rambu acak – acakan, kerja jadi penulis ga dibayar, muka babun, kerjaan nebeng, terkenal (apalagi di kalangan pemulung).

Gw sekarang sama gw yang dulu ga terlalu berbeda dalam bentuk fisik. Kalo gw dulu kayak simpanse, sekarang kayak bapak simpanse.
Pikiran gw juga ga sesimpel dulu. Mungkin dulu di pikiran gw cuma satu. Itu juga kacau balau. Sekarang pemikiran gw ga sesederhana dulu. Dulu paling gw cuma bisa mikir ‘Apa yang bakal gw lakukan sekarang?’ atau ‘Makan apa gw sekarang?’. Sekarang tidak. Pikiran gw mulai berkembang. Gw ga cuma harus berpikir seperti apa yang gw sebutin tadi. Gw juga harus berpikir ‘Jadi apa gw kelak di masa depan?’ atau ‘Apa yang harus gw lakukan agar bisa mendapatkan perhatiannya?’ atau mungkin ‘Kapan gw kawin dan sama siapa?’.

Gw juga lebih mengenal hidup. Gw lebih tau bagaimana memperlakukan seorang perempuan (dicabik – cabik, di seret ke laut, di buang ke sungai. Oke, itu horror).
Dulu, gw merupakan anak yang bener – bener cupu. Kalo gw sukses membuat orang suka sama gw aja, gw bisa - bisa melayang sambil ngiler. Tapi dulu, gw pacaran bisa sampail 8 bulan. Entah kenapa.

Banyak yang berubah dari diri gw meskipun bukan dari hal fisik. Dan perantara perubahan gw itu adalah WAKTU.
Hidup tanpa waktu serasa makan sambel ga pake cabe.

Oke, ngomong - ngomong soal waktu, gw kemaren baru beranjak ke umur 15.
Wonderful..
Okay, ini rasa terimakasih gw:

First, gw ngucapin terimakasih kepada Allah swt. yang udah ngasih gw umur.
Second, gw ngucapin terimakasih kepada orang tua, sodara - sodara, dan seluruh pihak yang telah memeriahkan acara makan – makan gw..
Third, gw ngucapin terimakasih kepada pihak - pihak yang telah ikut dalam acara gw…
Fourth, terimakasih kepada beberapa pihak gw yg udah rela membuang sedikit waktunya untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada gw…

Oke, 15 tahun itu bukan waktu yg bentar…
Selama 15 tahun ini, gw udah liat berbagai macam kejadian. Mulai dari ade gw mencret, temen gw kecebur, bikin ‘Handphone Goreng’, dll…
Gw udah penah ngerasain gimana rasanya menyukai orang lain (lawan jenis), ditolak perempuan, digebugin orang, nyampe mencret di rumah temen.

Okay, segitu dulu dari gw..
See you next time..

Rabu, Juni 09, 2010

About face..

Gw manusia.
Oke, beberapa pembaca berteriak lantang. Baru nyadar, penulis blog ini adalah manusia.

Gw merupakan anak yg ngga ganteng. Itu berarti gw jarang disukai para perempuan. Oke, gw merupakan anak manusia berwajah Babun yg abis dicium kereta.
Kalo kata temen gw,”Ada 2 penyebab muka lu kayak gitu, bal.”
Gw ngejawab dengan penuh penasaran,”apa aja?”
“Satu, pas elu di dalem kandungan, muka lagi dibentuk, muka lu keserempet dikit sama dinding”nya tuh.”
“Satu lagi?”
“Kutukan. Soalnya Tuhan kaga ngerestuin lu lahir.”
I know, jawaban kedua mulai mengejek.

Zaman sekarang, ada yg namanya facebook, twitter, friendster, dan akun” lainnya yg menggunakan foto.
Akun” tersebut menampilkan foto para pemilik akun tersebut. Sebenernya itu bermaksud untuk memberitau keadaan muka sang pemilik akun tersebut.
Talking about foto, zaman sekarang ada yg namanya Photoshop dan Photogenic. Dua duanya merupakan aplikasi pengedit foto ato gambar. Jadi, yg bermuka seperti Monyet lepas bisa membuat dirinya menjadi Syahrul Khan dipermak.
Karena gw merupakan anak cupu yg ga bisa ngedit foto, gw mempasrahkan foto muka-yang-dimirip-miripin-kayak-babun-kejepit ini masuk ke dalam akun berfoto gw.

Tetep aja, gw ga terlalu percaya foto. Karena temen gw pernah kena kejadian.
Pas itu gw bertiga. Nama disamarkan. Jadi Arnold (gw), Jaka (temen gw yg mau kenalan), Ujang (temen gw satu lagi). Kita bertiga nemenin Jaka yg mau ketemuan sama cewe di friendsternya

Diantara kita bertiga, anak yg paling ganteng adalah Ujang. Dia anak ganteng, berkulit putih, tinggi, gede, pinter pula.
Nah, gw pas itu diajak ke daerah Depok. Gw lupa dimana. Dan sejak perjalanan (pulang maupun pergi), gw tidur pules.

Pas ketemu, si Jaka ini sms terus menyuruh dia dateng. Akhirnya pas cewe itu dateng (kita samarkan namanya menjadi Bunga), dia nanya ke Ujang.
“Elu yg namanya Jaka ya?”
Gw ngeliatin Ujang. Ujang kaget disapa si Bunga kayak gitu. Jaka diem sambil masang tampang shock. Sumpah, gw juga kaget.
Akhirnya, si Ujang ngejelasin kalo dia tuh bukan Jaka dan nunjukkin yg mana Jaka.
Oke, si Bunga ini sedikit kaget. Kayaknya ilfil ngeliat tampang si Jaka yg pas itu lagi bertampang petani kelindes Kebo, tapi mungkin perasaan itu dia sembunyiin.
Si Bunga ini bawa temennya 2. Kita namai dengan nama Salak dan Sirsak.

Well, sejujurnya muka si Bunga di friendsternya rada jauh dari aslinya. Di foto dia terlihat putih banget, rambut hitam berkilau dan tebal. Aslinya, dia ga terlalu putih, rambut sedikit coklat.

Akhirnya, pas mau pisah, gw ngobrol sama si Bunga sedikit. Dan gw melontarkan sebuah pertanyaan,”Lu ilfil sama si Jaka ya?”
Dengan malu dia jawab,”Iya. Gw berharap Jaka itu adalah Ujang.”
Gw senyum” sendiri sambil bergumam,”Bener kan, gw…”
Trus temennya, si Salak nanya gw,”Kenapa lu nanya gitu?”
“Yah, perasaan gw berkata kalo dia ilfil.”
“Jujur aja, kalo gw jadi dia juga gw gitu…”
Dari situ, gw belajar untuk tidak terlalu mempercayai foto.

Setelah pertemuan itu, si Jaka keliatan jarang berkomunikasi sama si Bunga tersebut. Alesan mereka kalo ga sibuk, ga ada pulsa,lagi keluar, dan lain”.

Oke, beberapa bulan lalu, gw kenalan sama orang (Tumben. Harusnya yg sejenis, kayak monyet, babun, simpanse, dll). Nama anak itu adalah Vira.
Oke, gw kenal anak ini dari facebook. Seperti friendster, kita mempunyai akun gratis, menampilkan foto, video, catetan, game, dll.
Jujur, nyampe gw ngetik tulisan ini, gw belom pernah ketemu dia.

Gw kenal pas lagi jamannya ujian. Kesan pertama yg gw tangkep dari dia, dia enak juga diajak ngobrol. Ga berenti”, gw ajak wall to wall terus. Terus… Dan Terus… Akhirnya, gw memutuskan untuk meminta nomer HPnya. Oke, semenjak gw minta nomer HPnya, kita makin sering berhubungan. Kalo ga wall to wall di facebook, smsan.
Gw rada penasaran sama mukanya. Gw liatin fotonya untuk ngeliat garis besar orang ini. Di fotonya, dia terlihat sedikit putih, rambut tebal, berwajah cantik. Gw kegiur sama fotonya nyampe gw ga bisa nahan iler yg keluar. Tapi gw inget, gw masih tidak terlalu mempercayai foto.

Temen gw yg kebetulan udah ketemu sama dia, bilang kalo dia emang cantik. Gw pengen banget ngebuktiin. Gw udah ajak berkali - kali. Dan dia menolak terus menerus dengan berbagai alasan.

Terus menerus gw berkomunikasi sama dia, makin deket gw sama dia. Padahal kita berdua belom saling bertemu. Di tengah jalan (bukan jalan raya), gw mendapati kabar dia pacaran. Gw rada cemburu. Entah kenapa. Akhirnya dia tau kalo gw cemburu. Dan dia tau kalo gw suka sama dia. Akhirnya setelah beberapa hari lagi, gw tau kalo dia suka gw juga (entah itu perkataan jujur ato engga).

Gw baru nyadar. Beginilah rasanya suka sama orang. Rasanya pengen ngeliat dia terus. Pengen denger suaranya terus. Pengen mencoba menghubungi dia terus menerus tanpa bosan. Sebenernya, gw udah 2x pacaran. Tapi gw baru tau perasaan ini ketika gw merasa deket sama si Vira ini.

Makin kesini, frekuensi komunikasi gw makin sering. Tapi terkadang, kesibukan gw menghalangi. Nyaris setiap malam gw sharing dengan dia. Gw makin sering ngedit fotonya. Gw makin suka sama dia.

Gw makin merasa kalo gw suka bukan karena semata - mata foto di facebooknya. Tapi karena suatu hal. Entah apa itu. Dan hal itulah yg harus gw jaga.