Rabu, November 23, 2016

I Need a Coffee


Believe it or not, gue lebih suka beraktivitas pagi ketimbang siang. Kenapa? Karena pagi lebih seger. Masa sih?? Menurut lo??

Gue mau kasih sebuah fakta. Ya. Fakta. Ini faktanya: gaada yang bisa mengalahkan rasanya menghirup udara segar di pagi. Percaya sama gue, menghirup udara segar di pagi hari itu surga dunia (disclaimer, pagi yang gue maksud adalah antara jam setengah 6 pagi sampai jam 8 dan ditempat yang tidak kena macet karena kalo macet isinya pasti asep knalpot semua).
Dan apa cara terbaik untuk menikmati pagi hari? Pakai helm, nyalakan motor, go cruising. Dan tentu saja, jangan pakai helm doang. Pakailah celana dalam, celana luar (kalo malu pake celana dalam doang), baju, jaket motor, dan gear safety lainnya.

Terus kalo udah riding, riding kemana? Cari tempat ngopi yang asik. Ya, ngopi.

Believe it or not, I’m a coffee lover. Meskipun masih males minum kopi pait dan gabisa “brew” kopi sendiri, tapi gue suka ngopi. Some say, ngopi itu bagusnya di jam 7 sampai jam 8. I agree. Permasalahannya? Tempat ngopi paling pagi mostly buka jam 9. Exception untuk Starbucks yang kalo weekdays buka jam 7 dan weekend buka jam 8.

In case gue punya uang, gue akan bikin tempat yang cozy, hire barista yang oke, R&D untuk rasa kopi terbaik, punya charging point yang memadai (ini penting. Di zaman ini, charging point itu ibarat surga), dan yang penting adalah buka dari jam 7 pagi hingga jam 10 malam. Kenapa? Karena menurut gue, menikmati kopi itu yang pas adalah antara jam 7 sampai jam 8 pagi dan antara jam 5 sore sampai 8 malam.
Pasti mahal. I agree. Tapi ini bukan masalah besar. Karena kalo tempat kita di review bagus, kemungkinan ramenya lumayan bikin nyengir dan kalo quality bagus, harga sedikit lebih mahal ya wajar.

Nah, tempat ngopi ini sebenernya ga cuma buat sekedar ngopi doang. Bisa aja dijadikan tempat ngongkrong atau titik kumpul.
Mari melihat Kopitiam QQ di deket Senayan. Minggu pagi, tempat itu pasti rame. Dan ramenya bukan hanya oleh anak muda. Kaum dewasa juga hadir. Datangnya pake mobil avanza (maaf men-generalisir)? Engga. Datengnya pake motor Harley, Sportbike, Superbike, Grand Tourer, Motor Kolektor, dan lainnya yang gue yakin isi dompetnya bisa beli tempat tersebut lengkap dengan mbak-mbaknya. So, masalah harga? Coret.

Dan menurut gue, Bogor tuh masih kurang tempat-tempat macam kopitiam yang bisa dipakai buat nongkrong atau titik kumpul.

Sampai sekarang, gue masih bermimpi punya cafe sendiri, diisi dengan kumpulan manusia, motor BMW R27 terpampang sebagai hiasan, dan gue melihat semuanya di balik meja barista sambil senyum kegirangan. Doakan saja terwujud.

Dan cafe gue bernama The Garage. Terletak di dekat perumahan taman kencana. Hmmmmm.....
*On the way bank *minjem duit 3 milyar

See you on the next post.
 

Senin, November 21, 2016

Art and Women


Menurut gue, kehidupan bermotor seperti ini tidak terasa “sexy” dan tidak terlalu menarik hati wanita (kecuali wanitanya tersebut adalah cewe cantik bin bego yang niatnya emang nikah dengan pengusaha kaya trus mencoba hidup bahagia. Hubungannya? Yang beli motor atau mobil bagus kan pengusaha kaya).

Mau tau yang sexy itu apa? Bekerja di bidang art. Art ini banyak, bisa foto, musik, gambar, lukis, video, nyanyi, dll.
Motor itu tidak art? Salah. Beberapa motor justru dibuat sedemikian rupa biar terlihat “artsy”. Trus kalo motor itu art dan kita masuk ke bidang motor, apakah kita orang yang bekerja di bidang art? Belom tentu. Terus ini tulisan menuju kemana sih sebenernya? Gini gue jelasin.

Buat kaum hawa, mungkin anak motor itu akan terlihat “technical” atau “laki banget”. Gue setuju akan hal tersebut. Emang kalo main motor itu laki banget sementara kaum hawa pasti pengen kalo pria itu masuk ke dunianya which is dunia art (foto cantik, makan cantik, make up cantik, dll.)
So, menurut gue, biar terlihat “sexy” cowo harus masuk ke dunia art atau istilahnya pekerja seni. Contohnya, jadi fotografer profesional (ga harus profesional tapi fotonya harus super atraktif), jadi pelukis, musisi kece (harus bisa lebih dari satu alat musik, jangan cuma gitar. FYI, main piano atau keyboard itu kecenya maksimal menurut gue), video maker, dan kerja seni lainnya.

And then, kalau jadi fotografer motor itu gimana? Kan art juga karena fotografi. Oke, balik ke tulisan di atas bahwa motor itu kesannya “technical” dan “cowo”. Jadi fotografi motor itu emang kece, cuma karena objeknya motor (which is laki), kaum hawa belom tentu tertarik. Yang ada komennya malah dari cowo yang bilang kalo karyanya keren.

Dan untuk menjadi pekerja seni, sebenernya butuh ketertarikan akan hal tersebut. Jangan lo belajar seni karena lo butuh (butuh pacar atau butuh uang), tapi belajar seni karena lo tertarik dan hobi. Masalah efek (uang dan pacar) itu butuh waktu dan hoki.

Another FYI, penulis itu termasuk dalam pekerja seni. Tulisan gue ini emang termasuk dalam “artwork”. Sayangnya, tulisan gue ini tidak atraktif karena bahasanya “slengean” dan asal. Sebagai pembelaan, tulisan ini dibuat ketika gue berada di tempat magang. Gue ngetik tulisan-tulisan ini karena bosen dan tidak banyak hal yang bisa dilakukan.

Nah, buat kalian yang jomblo ngenes berasa 10 tahun ga pernah pacaran, ga pernah dikasih bunga, tangannya bulukan karena gapernah ada yang megang, coba masuk ke dalam dunia art. Biasanya, orang yang berada di dunia art dan “very artsy” digemari oleh kaum hawa karena berasa “sexy”.
Contohnya fotografi. Kalo fotografer profesional, biasanya cewe ngantri pengen jadi model atau objeknya. Kenapa? Karena cewe pasti pengen punya foto cantik, jadi mereka minta fotografer profesional buat foto mereka biar terlihat cantik dan kece.

And again, this is my opinion. Not a fact, but under observation.

Rabu, November 16, 2016

Vlog or Blog


Vlog dan Blog intinya sama. Menceritakan, menuangkan sesuatu ke dalam kanvas. Bedanya adalah kanvasnya. Jika Vlog kanvasnya adalah video baik di YouTube atau Instagram atau media video lainnya, Blog memiliki kanvas tulisan yang dituangkan dalam sebuah web baik wordpress atau blogger atau media tulisan lainnya.

Keduanya memiliki plus dan minus. Blog menggunakan indera pengelihatan (baca) dan imajinasi untuk dinikmati, Vlog menggunakan indera pengelihatan (visual. Nonton) dan pendengaran untuk dinikmati. Vlog bisa saja menggunakan imajinasi, tapi tidak akan efektif karena otak akan berfokus menerima gambar.
Vlog membutuhkan kemampuan berbicara (kecuali suara di-dub), sementara Blog membutuhkan kemampuan menuangkan isi pikiran ke dalam tulisan. Just FYI, gue tidak ahli dalam keduanya.
Untuk mempercantik Vlog, editing yang bagus dan pengambilan gambar yang bagus sangat diperlukan. Untuk mempercantik Blog, dibutuhkan gambar (yang ini opsional sih), pemilihan dan penyusunan kata yang keren, atau artikel yang bermanfaat.

For some people, it is easier to speak rather than write. But there are also some people who can write better than speak. Ini semua balik ke arah selera, bakat, kemauan, dan juga peralatan. Sebenernya uang juga termasuk karena peralatan butuh uang. Tapi kalau masalah uang, munculkanlah kreativitas.

So now, gue hanya bisa mencoba untuk berkarya dalam kedua hal tersebut. I will try to write down and also try to speak up.

Selasa, November 15, 2016

Bike Life. Freedom?


Gue sedang berada di balik layar laptop. Jam menunjukkan pukul 8:55 pagi. Mata sudah menghitam tanda mengantuk dan kurang tidur. Apa yang ada di otak gue cuma “kapan ini semua kelar?” “gue pengen pulang”
Memang, gue tidak terbiasa untuk duduk diam dan bekerja 8 jam di belakang layar komputer. Jangankan bekerja 8 jam, gue main game 30 menit aja ngantuk dan bosen. Ya, gue memang tipikal orang yang bosenan dan moody.

Harus diakui, gue memang lagi pengen banget “motoran”. Tapi bukan “motoran” yang hanya jalan-jalan keliling kota semata, kalo itu gue juga jenuh. Gue pengen explore tempat baru dan view baru, cari tempat yang kira-kira keren buat foto-foto.
Just FYI, gue bukan fotografer profesional. Pengen jadi fotografer profesional, tapi tidak direstui.

Talking about freedom, apakah bermotor ria ini adalah “freedom”? Jawabannya relatif. Tergantung dengan latar belakang masalah (yang ini kayak skripsi ya jatohnya). Mari saya jelaskan.

Freedom atau kebebasan, datangnya dari captivity atau pengurungan (penangkapan, penahanan, whatever it is). Maksudnya, untuk bisa bebas, kita harus menghadapi yang namanya penahanan atau pengurungan. Tanpa ada hal tersebut, tak ada yang namanya kebebasan.
Bersambung ke hal bermotor. Kalau hidup kalian menggunakan motor sebagai alat commuting atau kehidupan sehari-hari, berarti jika kalian bilang bermotor di minggu pagi yang sepi dan segar itu adalah kebebasan, kalian salah. Kalau kasusnya seperti itu, kebebasannya adalah dari kemacetan.

Oke, gue akan kasih contoh. Beberapa hari lalu, gue ikut Sunday Morning Ride bersama temen-temen gue. Kita keliling Jakarta dan berakhir di IMOS 2016. Ketika pulang, gue rasanya begitu malas naik motor dan pengennya motor tuh di-towing aja sampe rumah dan gue ikut pulang di mobilnya sambil tidur. Memang ketika pulang, jam sudah menunjukkan pukul 1 siang which is lagi panas-panasnya dan ngantuk-ngantuknya.
Akan tetapi, towing butuh biaya dan gue sedang tidak siap. Jadi, mau tak mau, gue harus mengendarai motor sepanjang 60 km dari Senayan menuju rumah. Intinya, saat itu gue “terpenjara” oleh motor karena harus panas-panasan dan pegel-pegelan dengan motor menuju rumah.
Ketika sampai rumah, turun dari motor itu berasa lega dan bebas. Nah, dalam kasus ini, meninggalkan motor adalah “kebebasan” gue. Padahal gue adalah anak motor banget. So, bike life doesn’t mean riding is freedom.

So, freedom datangnya setelah captivity. Sebelum kalian berkata riding is freedom, coba lihat lagi, apakah kalian bebas karena naik motor apa hal lain?

Dan sekarang gue sedang berpikir bagaimana caranya gue terbebas dari kehidupan di atas meja dan di belakang layar laptop ini.
 

Rabu, November 09, 2016

New Life. Bike Life.



Okey, beberapa bulan ke belakang gue emang lagi “in” banget ke arah motor. Gue emang demen sama motor sejak lama, bahkan sebelum gue SMP gue udah tertarik dengan motor. Tapi sekarang, dengan adanya motor-motor gede di hidup gue, gue makin “in” dengan motor.

Kegiatan juga berubah, biasanya gue tiap minggu nongkrong di mall bareng ade gue dan gue ngegym sementara ade gue download film di kafe. Sekarang shifting ke arah Sunday Morning Ride setiap minggu. Tapi untuk minggu ini, gue meninggalkan kehidupan tersebut karena sedikit capek kalo setiap minggu melakukan hal yang sama.

 

Tidak hanya itu, gue juga jadi senang bikin video atau nyoba-nyoba fotografi dengan motor gue meskipun gue tidak profesional dengan alat recording atau kamera seadanya (believe me, kamera gue jauh banget dibandingkan dengan kamera profesional).

 

Hal ini bisa dilihat dari dua sisi. Negatif dan positif. Okey, semua hal pasti memiliki hal positif maupun negatif. Tergantung sudut pandang dan bagaimana cara kalian menanggapi suatu hal.

Dimulai dari negatifnya, hal ini terkesan hedonisme dan pamer-isme. Gimana engga? Kesannya hobi motor berarti punya duit dong. Dan foto-foto dengan harta benda bisa dianggap pamer meskipun buat beberapa orang tetap jadi seni. Kehidupan motor ini juga memang lebih menghabiskan duit. Tapi kalo masalah uang, fulus, duit, itu pinter-pinter managing uang aja.

Positifnya, gue mengenal beberapa orang baru. Sebut saja fotografer terkenal Azcha Tobing, CEO BMW Motorrad Mr. Joe Frans, Motovlogger kondang pemilik akun The Jakarta Roads, admin instagram Sportbike_Indonesia, mbah dukun Indobikermags, dll. Dan gue yakin, setiap orang pasti senang untuk kenal dengan orang baru.

 

Mengenai kehidupan ini, jujur aja gue masih rada takut dengan kehidupan ini. Alasannya sederhana, semua harta benda ini tidak dibeli dengan uang sendiri melainkan masih minta atau dapet imbas dari uang dan hobi orang tua gue. Jadi gue belum bisa bebas berkreasi.

 

Just to be honest, I didn’t choose this life. I was born in automotive world and very intersested in art. Jadi, salah satu motivasi gue untuk bekerja lebih giat adalah karena biar bisa beli moge sendiri dan mengurus hal-hal yang tersangkut paut dengannya (baca: service, modifikasi, foto, motovlogging, dll.)