Jumat, Desember 30, 2011

Foto itu...



Di satu hari, gue sedang beres – beres kamar dan gue menemukan sebuah foto. Foto pas gue masih kecil dan lucu (gue pas kecil lucu banget loh, pas udah gede gue kayak babon yang mukanya abis diseruduk kambing) yang berumur 3-5 tahunan sedang berdiri di deket kasur sebuah hotel.
First thing sebagai anak yang selalu mengingat masa lalu, gue pasti ngerasa kangen masa lalu. Lalu biasanya diikuti dengan bengong dan membayangi kenangan – kenangan indah dalam hidup yang pernah gue alami.

Gue mengingat kejadian – kejadian masa kecil dahulu. Duduk di stasiun Cawang dengan bokap hampir setiap jam 10 malam dengan tujuan ngeliatin kereta lewat, pergi ke Bromo dan Jogja dengan kereta, bercita – cita jadi masinis kereta (karena gue hampir tiap hari liat kereta), ngedengerin lagu tasya tiap kali gue mau tidur, ngeliatin tante gue maen Mortal Combat setiap kali dia ngejaga gue pas kecil (tante gue itu macho banget), dan lain sebagainya.

Mengingat masa lalu itu indahnya make banget, bikin kangen, bikin sedih tetapi kadang kita bisa mempelajari banyak hal dan masa lalu itu.
Dan inilah gue. Manusia gila berumur 16 tahun yang kerjaannya makan ikan balita dan ayam goreng dan kadang sok pinter. Mem-flashback ingatan gue tadi, gue menyadari bahwa gue berubah. Berubah banget.
Perjalanan hidup gue sudah 16 tahun. Banyak banget kenangan dan kejadian yang telah gue alami. Mungkin jalan tol Jagorawi ga cukup buat nampung kenangan – kenangan manis itu.

All my life changing everyday in every possible way. (The Cranberries – Dreams)

Dan inilah kenapa gue sering posting tentang masa lalu. Karena mereka begitu indah. Dulu kita mempunyai mimpi. Mimpi yang hanya sebatas untuk dibayangkan tanpa usaha untuk meraihnya. Sekarang tugas kita adalah mewujudkan setiap mimpi – mimpi indah yang masih mungkin kita gapai.

Gue sudah besar. Gue harus bisa berpikir dewasa. Gue harus berubah. Gue harus menjadi yang lebih baik daripada gue yang dulu. Dan inilah gue, manusia yang sedang berusaha mewujudkan setiap mimpinya.

You may say I’m a dreamer. But I’m not the only one. (John Lennon – Imagine)

I'm On My Way

Just take a look through my eyes.
There's a better place somewhere out there.
Just take a look through my eyes.
 Everything changes, you'll be amazed what you'll find…if you look through my eyes…

Lagu Phil Collins – Take a look through my eyes masih mengalun di telinga gue. Gue sedang duduk di kereta dengan 2 temen gue. Kita lagi on the way pulang dari Jakarta setelah seharian maen bareng temen – temen gue.

Dari hari itu, gue bingung mau ambil kenangan apa karena sepanjang perjalanan, gue ditelantarkan sendirian. Tetapi hukum alam mengatakan bahwa di suatu kejadian, pasti ada hikmah yang dapat kita ambil.
Di trip ini ada 3 couple pacaran, 2 couple of friends, dan 1 anak terpuruk. Dan anak terpuruk itu adalah gue.
Selama di perjalanan gue cuma bisa diem, salah tingkah, dan satu yang pasti, galau. Entah kenapa di perajalanan ini gue males banget buat ngomong. Lagu di hp gue menjadi temen paling deket selama perjalanan ini.

Kisah ini dimulai di pagi hari. Gue sebenernya ga telat bangun dan ga telat berangkat. Cuma karena bis yang gue tumpangi ngetem lama banget dan di daerah Sempur macetnya banget. Akhirnya dari Sempur ke Stasiun Bogor gue jalan.
Di stasiun gue kalang kabut. Bukan karena gue gapunya uang, dan bukan karena gue gapernah naek kereta. Tapi karena gue ngaret dan kereta berangkat bentar lagi. Akhirnya setelah gue nyari temen – temen gue, kita berangkat.
Kita turun di Stasiun Djuanda karena ini bukan kereta express dan saat itu commuter line belom ada. Dari Djuanda kita jalan kaki menuju Monas.

Seperti yang tadi gue bilang, gue cuma diem dan salah tingkah. Kadang rasa males menyambut begitu saja mengingat kita sampe Monas jam 12an dan saat itu Monas penuh dan sumpek.
Setelah keliling – keliling ga jelas di monas, kita shalat dulu di Istiqlal dan pergi ke 7 eleven di deket GI (jauh banget emang). After that, go home.

Kita pergi ke stasiun kota di ujung jakarta dan naek kereta dari situ. Gue, Marini, dan Dyah naek kereta express. Vivi, Azmi, Lusi, Zehan dan lainnya naek kereta ekonomi. Ihsan dan Husna udah duluan karena keperluan Husna.

Dan itulah, selama perjalanan pulang gue ditemani lagu – lagu Phil Collins karena gue suka dia sejak TK. Gue bercerita ke Dyah dan Marini tentang hari ini. Paling tidak, gue ada temen buat cerita di hari itu. Galau dan bingung adalah apa yang ada di pikiran gue sejak di monas karena gue ada tugas membuat sebuah bagan yang di-frame dan gue baru melakukan itu tadi pagi sebelom pergi.

Akhirnya gue sampe rumah sekitar jam 8an. Gue langsung ngerjain tugas gue dan beres – beres. Selesailah hari ini.

Tell everybody I’m on my way
And I’m loving every step I take
With the sun beating down, yes I’m on my way
And I can’t keep this smile off my face.

(On my way - Phil Collins)

Jumat, Desember 09, 2011

New Guy



Di satu hari ketika gue sedang menduduki bangku kelas 10, gue punya temen baru. Kebetulan kita kenal karena dia tetangga barunya temen gue, Anto. Dia anaknya tinggi, kurus, pake kacamata, ganteng, rambutnya ikal yang kalo panjang jadi ngegembung kayak balon. Namanya Reni.
Belakangan ini, gue menyadari ada hal yang unik dari dia.

Di hari gue kenalan sama dia, gue lagi maen sama Anto, Rizal, Vanya, dan Christie. Kebetulan, itu juga pertama kali dia ketemu dengan Vanya. Ketika salaman dengan Vanya, dia diem. Ga ngedip, ga nengok kanan kiri. Dia fokus kepada Vanya.
 5 menit kemudian, dia nyamperin gue dan ngomong singkat.
                “Gue suka Vanya.”
Gue diem. Gue bingung. Baru 5 menit dia ketemu dan ngeliatin Vanya. Trus dia udah curhat kalau dia suka sama Vanya ke gue yang kebetulan baru kenal juga. Akhirnya gue cerita hal ini ke Anto yang udah semingguan bertetangga dengan dia. Anto cerita kalo dia emang unik.

1 minggu berlalu, dan gue maen lagi dengan Reni.
Hari itu, kita niatnya ke Botani square. Gue yang emang pulang sekolah, langsung aja pergi ke Botani Square sementara Anto, Christie, Reni, dan Vanya naek mobil dari rumah Anto.
Ternyata Reni bener – bener polos. Dia gapernah liat XXI, IT center, Bread Talk, dan D’Crepes. Di IT Center, dia pergi ke BB center dan mesen 1 hp. Gue malu abis karena dia emang unik, polos, dan norak banget. Untungnya Anto bisa mengambil alih keadaan.

Balik ke mobil. Anto yang nyetir, Christie di depan nemenin Anto, sementara gue, Vanya dan Reni di belakang. Ditemani lagu Coldplay – In my place dari radio mobil Anto yang kebetulan kesukaan Christie, kita berlima pulang.
Gue duduk di pinggir kiri, Vanya di tengah, dan Reni di pinggir kanan. Ketika suasana hening, Reni membuka mulutnya dan berkata singkat, tapi bermakna.
                “Gue suka Vanya.”
Kata yang pernah gue denger itu keluar lagi dan dari orang yang sama. Bedanya, kali ini suaranya lebih keras dan lebih terdengar.
Gue diem, Christie diem, Anto diem, dan Vanya sendiri terdiam. Kita heran, kaget, dan speechless. Reni masih terlihat santai sambil nyender di jok mobil. Akhirnya kita speechless sepanjang jalan.

3 hari setelah kejadian itu, kita dapet berita penting kalo Reni lagi dirawat di rumah sakit karena paru – paru basah. Gue, Christie, Anto, Rizal, dan Vanya menjenguk Reni. Akhirnya ibunya ngejelasin kalo dia emang cacat secara mental. Gue memaklumi. Manusia tidak diciptakan untuk menjadi manusia yang benar – benar sempurna.
Setelah berdiskusi sekian lama, kita berlima pulang. Vanya yang biasanya cerewet setengah mampus dan jaim sekarang speechless cengo. Selidik demi selidik, dia masih shock.

In the end, gue berkata kepada diri sendiri. Manusia tidaklah diciptakan untuk menjadi manusia sempurna. Melainkan manusia yang hampir sempurna. Setiap manusia diciptakan dengan kekurangannya masing – masing. Dan itulah kenapa kita diciptakan untuk menghargai, mensyukuri, dan berterimakasih atas segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki.

Kamis, Desember 01, 2011

In the Middle of the Rain



One time, gue sedang berada di J.co Botani Square, Bogor. Gue ditemani oleh 3 orang teman. Namanya Christie, Rizal, dan Vanya. Merekalah yang mentraktir gue donat dan kopi. Setelah 15 menit berada di sana, Rizal diajakin pacarnya pergi dan Christie harus pulang. Tersisalah gue dan Vanya.

Sebelum gue lanjut cerita, gue mau gambarin sedikit tentang Vanya.

Vanya itu tipikal manusia yang care, unyu, baik, dan suka mentraktir. Dia juga talkative dan jaim (jaga image). Sekarang dia kerja di sebuah Event Organizer. Di cerita ini, dia lagi ngambil cuti.
Dia manusia yang tinggi dan berbadan sedang (mean, ga kurus ataupun gendut). Rambutnya hitam legam sebahu. Suka banget sama Phil Collins, The Carpenters, Coldplay, dan Bruno Mars.
Baju T-shirt putih, cardigan warna gelap, jeans, dan sepatu kets putih adalah ciri khas pakaian Vanya. Kalo misalnya dia ga make sepatu, pasti bete berat. Makanya dia punya lebih dari 10 pasang sepatu kets.

Back to story.
Di J.Co, gue ditinggal berdua dengan Vanya. Mungkin kalo sutradara lewat, dia bakal ngambil kita berdua buat casting Beauty and The Beast. Mungkin kalo sutradara yang Indonesia tulen bakal bikin cerita Agnes monica and Hanoman.
Kita ngobrol banyak banget. Dari mulai kehidupan dia, kehidupan gue, coklat, makanan, sampe berat badan. Dia juga cerita kalo dia punya temen arab yang mirip kayak gue. Dia cerita kalo orang itu ngebuat dia kangen sama gue.
Setengah jam kita ngobrol tapi ujan tetep belom reda. Sick of waiting, kita ngider keliling Botani. First, kita ke XXI. Pas udah nyampe XXI, gue baru nyadar kalo udah jam 5 sore. Akhirnya kita ke Giant. Belanja.

Puas dengan berbelanja, kita pulang. Dan hujan tak menandakan bahwa ia sudah reda. Masih hujan deras. Akhirnya kita menerobos hujan yang mengguyur. Kita berdua masuk ke mobil Vanya, dan go home.
Sampai di tol, Vanya bingung karena jarak pandang pendek banget. Akhirnya kita ke rest area sentul untuk istirahat.

Vanya pernah cerita ke gue tentang hubungan dia dengan seseorang bernama Adam. Seperti ini, suasana sedang hujan deras, sedang di mobil dan beristirahat di rest area sentul. Kebetulan, tempat parkir yang sama.
Saat itu, Vanya sedang memperhatikan seorang Adam yang tengah bersandar di jok dan tidur. Vanya tak bisa berhenti tersenyum saat itu. Vanya tak bisa melepaskan pandangannya dari Adam. Entah sudah berapa kali dia bilang kepada dirinya sendiri kalo dia begitu beruntung berada di mobil itu.
Hubungan Adam dan Vanya hanya bertahan 2 minggu karena Adam merasa bosan dengan Vanya. Vanya hanya bisa merelakan Adam dan pergi meninggalkannya.

Seperti saat ini, Vanya sedang bersandar dan menutup matanya seperti yang dilakukan Adam dulu sementara gue asik dengan iPod gue. Sesekali gue melihat Vanya, ia tersenyum manis. Harus gue akui kalo dia senyum emang manis banget.
Di dalam pikirannya gue tau kalo dia emang lagi remembering about Adam. Tapi dia ga cerita ke gue. Cuma ngeliatin hujan yang masih deras di kaca mobilnya.

After a long time in rest area, kita pergi karena hujan emang udah sedikit reda dan jarak pandang sudah dalam jangkauan normal Vanya.

Vanya juga pernah cerita kalo yang namanya cinta itu susah banget buat dilupakan. Seperti saat ini. Kebetulan di saat yang sama. Hujan, rest area, tempat parkir yang sama. A great déjà vu. Perjuangan melawan kenangan manis yang memaksa untuk diingat kembali emang merupakan masa kritis.
Bahkan sampai saat ini, Vanya tak bisa melepaskan 100% ingatan tentang Adam di pikirannya. Dan begitu juga gue yang tak bisa melepaskan kenangan manis dengan orang yang gue suka setengah mampus.
“Great love always exist in our life.” – Vanya Rena Pratiwi