Rabu, Oktober 12, 2011

First Love Part. 1



Di setiap perjalanan, pasti ada tujuan, proses, dan akhir.
Sekarang, gue bakal cerita tentang perjalanan. Tapi ini bukan perjalanan mudik, pulang kampung, ato mungkin gue mau pergi ke mall. Bukan. It is a travel about love.

Saat kelas 1 SMP dulu, gue punya temen bernama Andine Notonegoro. Dia satu kelas dengan gue. Ketika pertama kali tahu, gue merasa dia hanyalah perempuan biasa seperti yang lainnya. Lama kelamaan, hal itu berubah. Change happened. Seiring waktu, gue mulai memperhatikan dia secara perlahan dan akhirnya gue menyadarinya. Dia merupakan anak yang cantik, baik, dan pintar pula. She better than what did I know.
Secara fisik, gue dan Andine kebanting abis. Jangan tanya, pokoke kebanting abis. Gue dan dia diibaratkan burung kasuari dan tikus tanah. Ini menjadi salah satu penghalang kesuksesan gue.

Di satu hari, ada pelajaran tata boga. Yak, itu pelajaran masak memasak. Dengan skill memasak gue, gue bisa meledakkan satu sekolah dengan hanya hitungan detik. Hari itu, kita membuat sebuah kue dari coklat yang dilelehkan.
Saat itu, gue memegang sebuah coklat putih. Andine dan temen – temen satu kelompoknya sedang berkumpul dan bercanda. Beberapa detik kemudian, Andine lewat di depan gue.
“Bal, gue minta coklatnya dong.” Andine nyeletuk
“Hah? Oh… Bentar, gue tanya dulu temen gue. Takutnya masih butuh.” Gue membalas.
“Oh, oke… Gapapa kok.”
Sebetulnya gue ngomong dengan penuh keasalan. Pas gue liatin kelompok gue, mereka lagi pada makan. Coklat di kelompok gue emang kelebihan, jadi banyak dimintain. Akhirnya gue mengumpulkan keberanian dan memberikan sisa coklat itu kepada Andine. Saat itu, gue nyengir ga karuan karena seneng. Gue ngerasa lebih pede.

Di pertengahan bulan puasa, Gue, Gendro, Indri, Andine, Syifa, dan Prima mengadakan buka bareng. Saat itu, yang telat cuma Gendro. First, kita janjian di Hero jalan padjajaran dulu (sekarang menjadi giant), lalu baru pergi menuju tempat makan tersebut.
Hari itu gue bersyukur banget bisa buka bareng sama dia. Itu pertama kalinya gue mengadakan acara sendiri tanpa ditemani orang tua. Betul aja, gue ngerasa seneng banget karena bisa jalan bareng sama dia.

One day, gue menemukan sebuah trend baru. Yaitu friendster. Yak, itu emang dulu banget. Gue juga masih bocah ingusan dan belom ngerti apa – apa. Karena sulitnya akses internet di rumah gue, gue masih gatau cara bikin friendster dan ga ngerti apa – apa tentang friendster.
Akhirnya gue bertanya sama Andine tentang friendster. Setelah menjelaskan, gue meminta dia untuk membuatkan gue sebuah akun friendster dengan e-mail yang gue punya saat itu.
Ternyata Andine antusias banget dan membuatkan gue sebuah akun. And it happened. Gue senyum seharian. Hal yang membuat gue takut: Dikira orang gila karena senyum terus. Sayang, karena keterbatasan akses internet, gue ga bisa membukanya.
Setelah sekian lama, gue akhirnya memutuskan untuk membuat akun friendster baru. Dengan bantuan Andine, semuanya jadi jelas dan lancar. Dan dia adalah temen pertama gue dan orang yang memberikan comment pertama.

Ketika awal kelas 2 SMP, gue dan dia tidak sedekat kelas 1 dulu. Kita sibuk dengan kelas baru kita. And then, life go on.
We’re  moving and keep moving by our own step. Walk by our own feet and sleep with our own dream and not for each other.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar